Oleh: Jauhar Ridloni Marzuq
Dikisahkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa
suatu hari istri Utsman bin Madz’un datang kepada istri Rasulullah
dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Istri Rasulullah pun berkata
kepadanya, “Kenapa kamu terlihat seperti ini, bukankah tidak ada orang
Quraisy yang lebih kaya daripada suamimu?” Istri Utsman bin Madz’un
menjawab, “Saat ini keadaan itu sudah tak tersisa lagi! Ketika malam
hari dia (Utsman bin Madz’un) menghabiskannya dengan shalat malam,
sedangkan siangnya dia selalu berpuasa.”
Tak lama setelah itu, Rasulullah SAW masuk ke rumah. Istri Utsman
pun menceritakan keadaan ini kepada beliau. Rasulullah kemudian menemui
Utsman bin Madz’un lalu bertanya, “Wahai Ustman bin Madz’un, tidakkah
kamu menjadikanku sebagai contoh?”
“Ada apa wahai Rasulullah, sehingga engkau berkata demikian?” ujar Utsman balik bertanya.
“Apakah kamu selalu puasa pada siang hari dan menghabiskan malammu dengan shalat malam?” Rasul kembali bertanya.
“Iya, saya sungguh melakukannya, wahai Rasulullah,” jawab Utsman.
“Jangan
kamu lakukan itu,” sabda Nabi kepadanya. “Sesungguhnya matamu memilki
hak atasmu, tubuhmu memiliki hak atasmu dan keluargamu juga memiliki
hak atasmu. Maka shalatlah dan tidurlah. Dan puasalah lalu berbukalah.”
(HR Bukhari).
Riwayat di atas adalah salah satu keistimewaan
ajaran Islam yang menganjurkan kepada Kaum Muslim untuk selalu hidup
seimbang. Seimbang antara ibadah dan bekerja, seimbang antara ruh dan
raga, seimbang antara akal dan hati, dan lain sebagainya. Islam
melarang umatnya untuk berlebihan dalam membatasi gerak hidup (tafrith)
sehingga mengharamkan kenikmatan-kenikmtan yang Allah halalkan.
Atau
sebaliknya, terlalu longgar (ifrath) seakan-akan semua hukum adalah
halal, sehingga berlaku sekehendak hatinya dan membolehkan segala cara.
Islam adalah agama fitrah, dan fitrah manusia selalu menginginkan
keseimbangan. Dengan keseimbanganlah alam alam raya ini selalu berjalan
teratur. “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?..” (Al-Mulk [67]: 3).
Keseimbangan inilah yang menjadi ruh dan inti ajaran Islam.
Dalam
Surah Al-Jumuah ayat 9-10 Allah menggambarkan bagaimana seharusnya
seorang Muslim menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Orang-orang Mukmin, dalam ayat tersebut, adalah mereka yang ketika
telah tiba saatnya untuk beribadah, akan bergegas mengingat Allah
dengan meninggalkan jual beli dan segala rutinitas dunia. Namun setelah
usai menjalankan ibadah, mereka kembali menyebar ke penjuru bumi untuk
mencari karunia dan rizki-Nya dengan tidak lupa untuk selalu berdzikir
kepada-Nya. Mereka bersungguh-sungguh mempersiapkan bekal untuk
kehidupan akhirat, namun tidak pernah melupakan kehidupan dunia yang
saat ini mereka jalani. Kepala mereka menengadahkan ke langit, namun
kaki mereka tetap berpijak di bumi.
Dengan itulah Allah menjamin
keberuntungan bagi mereka. Beruntung dalam hidup di dunia dengan
mendapatkan karunia dan limpahan rizki-Nya dan kelak di akhirat
mendapatkan ganjaran nikmatnya syurga. Wallau a’la wa a’lam.
(Republika.co.id)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar